Filterisasi Kehidupan " Kembali Menjadi Bodoh "
Sejarahbudaya - Hiruk pikuk gelombang arus Idiologi manusia, yang kian hari kian datang dan pergi silih berganti, membuat sendi pemikiran setiap kehidupan ini menjadi tak tentu arah. Tak sedikit pemahaman manusia, yang mengalami revolusi hingga mengadopsi pemikiran ala binatang. Hal ini banyak disebabkan karena, manusia dijaman sekarang sudah labil dalam menerapkan prinsip hidupnya.

Banyak Idiologi leluhur yang arif ditinggalkan, hanya karena mengejar idiologi perkembangan jaman yang tidak jelas sumber dan tanggung jawabnya. Sebenarnyalah jika kita dapat renungi kembali, ke ajaran leluhur masa lalu Jawa hususnya, tentang pepatah "Ajhar dadi goblok" (jawa red-) atau belajar menjadi bodoh, tentulah setiap manusia akan dapat memfilterisasi dirinya, untuk tidak terpecah belah dengan adanya idiologi berbeda yang kerap meracuni pemikiran.

Dalam bahasan ini kita tentu bertanya, apakah sebenarnya prinsip, Belajar menjadi bodoh tersebut ? ...

Dari beberapa nara sumber yang saya kumpulkan, sebagai penulis saya akan mengangkat paham tersebut dari seorang sepuh ahli filosof pimpinan Ponpes "Semburat Mabhur" Almarhum. Ach. Mahfudz atau yang kerap disapa mbah. Ud dari Desa. Pondok Asem Kec. Tegal Delimo, Kab. Banyuwangi, kala masa hidup beliau pernah suatu ketika mewejangkan tentang apa itu "Ajhar dadi Goblok" beliau menerangkan, " Dari hampa, manusia dilahirkan untuk hidup, dan kemudian hampa lagi. Dari bodoh menjadi tau, dan jangan lupa untuk meraih kebodohan itu kembali. Dimana meraih kebodohan itu kembali, bukannya bodoh seperti sedia kala, namun menetapkan akidah, prinsip, dan idiologi untuk dapat meredam pengetahuan agar tidak ditunggangi hawa nafsu, simpelnya belajar mem- bodoh. Membodoh disini lebih jelas jika disimpulkan menjadi "Berfikir Sederhana".

Atas kesimpulan tersebut, dapat dilihat, selisih paham yang kerap terjadi sekarang ini, karena kurangnya manusia yang mampu berfikir sederhana, sehingga lebih mengutamakan pengetahuannya untuk mencari perbedaan, dan tak berusaha menemukan persamaannya. Jika saja Semua perbedaan tersebut tidak dijadikan acuan kesalahan, namun justru dijadikan pelengkap kesamaan & persatuan,  maka sudah pasti angka perselisihan akan dapat ditekan seminimal mungkin.

Namun hendak kita sadari bersama semua prinsip idiologi pemahaman yang muncul dibenak manusia, hanyalah sebutir debu kebenaran dimata tuhan, selebihnya hanyalah kesalahan mutlak dari manusia itu sendiri.

Hiruk pikuk gelombang arus Idiologi manusia, yang kian hari kian datang dan pergi silih berganti, membuat sendi pemikiran setiap kehidupan ini menjadi tak tentu arah. Tak sedikit pemahaman manusia, yang mengalami revolusi hingga mengadopsi pemikiran ala binatang. Hal ini banyak disebabkan karena, manusia dijaman sekarang sudah labil dalam menerapkan prinsip hidupnya.

Labels:

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.