January 2017

Lurah Semar Saat Mewejang Momongannya, Raden Permadi Arjuna


Wujud Bakti suci Arjuna pada Negara, dalam mendapatkan wahyu dari Yang Maha Kuasa berupa Wahyu "Aji Gineng Sukawedha" penuh dengan perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar.

Keberhasilan ini adalah wujud kerja kerasnya yang dibantu oleh Ki Lurah Semar Bandranaya.

Wahyu Aji Gineng Sukawedha adalah ajian sakti yang oleh salah satu pemiliknya Pikulun Nagaraja, digunakan untuk mengetahui bahasa semua mahluq di dunia ini.  Sementara pemilik ajian serupa Prabu Newatakawaca, menempatkan aji gineng di dalam tenggorokannya. Baik Nagaraja maupun Newatakawaca menjadikan Aji Gineng sebagai sarana artikulasi dan penyampaian pesan.  Intinya, Aji Gineng akan menjadikan seorang prajurit mampu memahami kehendak bawahannya.  Aji Gineng adalah sarana komunikasi atasan dengan bawahannya.

Untuk mendapat wahyu tersebut  dari Batara Guru Arjuna, sengaja  dikadali oleh Bethara Guru, dikarenakan Bethara Guru berniat menyerahkan Aji Gineng Sukawedha kepada anak biologisnya dengan Bethari Durga, yaitu Dewasrani.

Mengetahui hal tersebut, sebagai abdi yang tanggap terhadap kesulitan momongannya, Lurah Semar  bergegas menuju kahyangan guna menuntut keadilan pada Bethara Guru, dikarenakan perjuangan dan pengorbanan Arjuna dalam menempuh Tapa brata, sudah dianggap layak guna memperoleh wahyu tersebut. Rekayasa tingkat tinggi yang dilakukan oleh Bethara Guru bersama dengan Bethari Durga akhirnya kandas ditangan Lurah Semar.  Lurah Karang Kadempel inilah yang pada akhirnya menjadi tokoh sentral diakhir cerita untuk memuluskan langkah Arjuna mendapatkan haknya.

Dalam Lakon Semar Maneges, nama Aji Gineng muncul lagi dalam bentuk wahyu yang merupakan representasi dari wahyu keprajuritan.  Nilai filosofis yang tersirat dari lakon ini adalah wahyu (kekuatan) seorang pemimpin yang akan dapat dicapai apabila seorang ksatria/pemimpin senantiasa melibatkan “wong cilik” dalam meraihnya.  Semar adalah represntasi wong cilik, sementara Arjuna adalah simbol seorang ksatria, seorang aparat dan abdi Negara, seorang nayaka praja yang dianggap mengerti dan bertanggung jawab terhadap rakyat kecil.

Dengan wahyu gineng inilah Pandawa semakin kuwat mewakili kebenaran. Sadar bahwa kesaktian Pandawa tidak mungkin ditandingi oleh para kurawa, maka Prabu Duryudana berniat untuk mengembalikan Negara Hasitana kepada Pandhawa.  Niat ini ditentang oleh Patih Sengkuni dan Pendhita Durna.  Merekka menyarankan untuk lebih baik Sang Prabu berupaya meraih turunnya Wahyu Aji Gineng Saptawedha yang dalam waktu dekat akan diturunkan oleh Dewa di lereng Gunung Arjuna.  Prabu Duryudana menyetujui usulan ini dan memerintahkan Adipati Karna untuk “nyadhong’ turunnya Wahyu Aji Gineng Sukawedha. Alhasil Karnapun juga mendapat aji gineng yang serupa dengan milik Arjuna.

Di kahyangan Jonggringsaloka, Bethara Guru tengah menerima kehadiran Bathari Durga bersama anak lelakinya yang sudah menjadi raja di Tunggulmalaya, Dewasrani.  Kedatangannya kali ini adalah untuk menagih janji Bathara Guru kepada Dewa Srani yang akan menyerahkan Wahyu Aji Gineng kepada Dewasrani apabila anak lelakinya ini sudah bersedia hadir menghadap dirinya.

Seperti saya kemukakan didepan, Aji Gineng Sukawedha akhirnya didapatkan oleh Panengah Pandhawa, Raden Arjuna, yang dikemudian hari ajian itupun digunakan Raden Permadi menumpas keangkaramurkaan Kurawa.

Aji Gineng  adalah sebuah pusaka (ajian) sakti yang dikemudian hari juga dimiliki oleh Pikulun Nagaraja, yang kelak menjadi Guru Spritual Prabu Malwapati Angling Darma.  Ajian inilah yang pada akhirnya membuat Dewi Setyawati, sang permaisuri membakar diri.  Dikarenakan, Angling Darma menapatkan wewarah Aji Gineg dari Nagaraja.  Hasilnya, Angling Darma mampu mengetahui bahasa semua jenis binantang di dunia ini.  Setyowati membakar diri karena Angling Darma tidak mau memberikan ajian sakti ini kepadanya.  Yang kedua, Aji Ginengdimiliki oleh Prabu Newatakawaca dari Keraton Himahimantaka yang menjadikannya sakti luar biasa.  Hingga Tak seorangpun mampu menandingi kesaktian Raja Raksasa ini.  Namun dikarenakan raja tersebut menyalah gunakan aji luhur ini di jalan kesesatan, pada ahirnya raja sakti ini, terbunuh oleh ajiannya sendiri.

Jadi kesimpulannya, sebaik apapun prinsip dan ideologi yang digunakan, jika penerapannya salah, maka salahlah pula semua yang disandangnya, begitupun sebaliknya.


Lokasi Pasar Setan LSS


GUNUNG RAUNG, salah satu gunung berapi aktif  di Jawa Timur yang menarik dan sering didaki oleh para pecinta alam.

Gunung yang berada di perbatasan 3 Kabupaten, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi ini, menyuguhkan pemandangan yang  indah, selain itu Gunung Raung juga terkenal dengan berbagai kisah legenda yang penuh akan misteri.

Kramatnya Gunung Raung tampak dari nama-nama pos pendakiannya yang menyimpan berbagai kisah misteri dan memiliki sejarahnya tersendiri, seperti Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit, dan Pondok Angin.

Menurut cerita masyarakat sekitar, pos pendakian Pondok Sumur memiliki sebuah sumur yang pernah digunakan seorang pertapa sakti dimana konon Sumur dan pertapa itu dipercaya masih ada hingga kini, namun tidak dapat dilihat kasat mata.

Para pendaki yang kerap berkemah di kawasan ini mengaku kerap mendengar suara derap kaki kuda yang melintas di belakang tenda. Tetapi saat dilihat ke belakang, tidak ada apa-apa.

Sedangkan Pondok Demit dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat jual-beli para lelembut atau Pasar Setan. Pada hari-hari tertentu, di kawasan ini suka terdengar keramaian seperti dalam pasar dengan alunan musik gamelan khas madura, yang konon hingga saat ini suara itu kerap terdengar hingga ke Kota Bondowoso dan sekitarnya.
Pondok Demit PD


Lokasi pasar setan terletak di sebelah timur jalur atau lembah dangkal yang hanya dipenuhi ilalang setinggi perut dan pohon perdu. Bagi orang-orang tertentu, lokasi ini kerap dijadikan tempat pemuja pesugihan.

Pos selanjutnya adalah Pondok Mayit. Sejarah pos ini sangat menyeramkan. Konon katanya, di kawasan ini pernah ditemukan sesosok mayat menggantung di pohon. Mayat itu adalah seorang bangsawan Belanda yang dibunuh para pejuang.

Sementara pos ahir Pondok Angin yang berada di puncak bukit merupakan pos yang sangat dinanti para pendaki. Dari pos ini, para pendaki bisa melihat pemandangan alam pegunungan dan gemerlap Kota Bondowoso, Jember dan Situbondo yang sangat indah.

Saat cuaca sedang mendung, dari pos ini juga bisa terlihat sambaran kilat di kota. Pemandangan yang sangat indah ini cocok bagi mereka yang mencintai seni fotografi.

Dikatakan Gunung Raung, karena saat angin bertiup dengan kencang, hingga membentur dinding lereng, suaranya terdengar maraung-raung bagailan raungan Singa. Saking kencangnya angin, jika tak berhati - hati kadang para pendaki bisa terpental hingga ke dasar jurang yang terjal.

Misteri yang menyelimuti pos Pondok Angin adalah derap kaki suara kuda dari kereta kencana yang kerap terdengar di kawasan ini. Konon, pondok Angin ini merupakan pintu gerbang masuk ke kerajaan gaib itu.

Misteri yang tidak kalah menyeramkan berada di barat kaldera Gunung Raung yang merupakan perbukitan terjal. Di kawasan ini dipercaya masyarakat sekitar sebagai Kerajaan Macan Putih yang merupakan singgasana Pangeran Tawangulun.

Kerajaan Macan Putih berdiri saat gunung ini meletus tahun 1638. Pusatnya terletak di puncak Gunung Raung. Kerajaan itu dipimpin oleh Pangeran Tawangulun yang merupakan salah satu anak raja di Kerajaan Majapahit yang hilang saat bertapa.

Masyarakat sekitar percaya, Kerajaan Macan Putih masih ada hingga kini. Beberapa kali, bahkan kerajaan ini melangsungkan upacara pernikahan. Saat upacara dilangsungkan, hewan milik warga banyak yang mati mendadak.

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, hewan-hewan itu bukan mati tanpa sebab, tetapi dijadikan upeti bagi para penguasa Kerajaan Macan Putih yang hilang tanpa jejak ke alam gaib atau moksa.

Masyarakat juga percaya bahwa Kerajaan Macan Putih sesekali tampak, terutama di malam Jumat kliwon ke alam nyata untuk beberapa maksud dan tujuan.

Dalam beberapa kepercayaan masyarakat disebutkan, Pangeran Tawangulun merupakan salah satu suami dari Nyai Roro Kidul. Setiap malam jumat, saat Kerajaan Macan Putih menampakkan dirinya ke alam nyata, Nyai Roro Kidul mengunjungi suaminya.

Legenda dan Sejarah Desa  Alas Sumur Sampai Dengan Sekarang Menjadi Rawa Indah.

Konon pada dahulu kala, Desa Alas Sumur merupakan sebuah hutan belantara penuh dengan rawa- rawa yang terkenal angker. Hingga pada suatu ketika, datanglah seorang kiyai muda dari pulau garam Madura, yang bernama Kyai. Abdurrohim. Saat awal Kyai Abdurohim menapakkan kaki di hutan belantara tersebut, tiba - tiba ada sebuah semburan air yang cukup besar terpancar dari tanah salah satu sudut hutan itu. Seketika itu Kyai muda Abdurrohim bermunajat pada tuhan, meminta petunjuk mengatasi semburan air tersebut. 

Dari cerita masyarakat setempat, dalam tafaqqurnya Abdurohim muda mendapat suatu firasat, " Jika sampai sumber tersebut tak dapat disumbat , niscaya semua dataran yang saat ini dikenal sebagai Bondowoso, akan dipenuhi dengan genangan air, dan tak dapat dijadikan pemukiman" . Hingga dalam tafaqur tersebut Kyai muda, menangis tersimpuh pada tuhan semesta alam, memohon petunjuk.


Singkat cerita setiap hari Abdurrohim mengumpulkan sabut pohon Aren, setelah sabut tersebut memenuhi kendaraannya ( Jikar bahasa Madura red-), Abdurrohim mengikat gumpalan sabut Aren tersebut dan menyumbatkannya pada semburan air yang besar tersebut. Begitu ia lakukan setiap hari, hingga semburan air besar tersebut dapat ditutupnya. Dikarenakan semburan besar tersebut tertutup, ahirnya muncullah sebuah sumber air kecil yang cukup banyak di sekitar hutan tersebut.

 Legenda ini pernah dibuktikan oleh kepala desa Alas Sumur Totok Haryanto SH, Saat dirinya hendak membabat Rawa tersebut menjadi sebuah tempat wisata. Kades Totok mencoba menenggelamkan sebatang bambu yang ujungnya diberikan besi pengait, dengan ukuran panjang bambu kurang lebih 30 meter. Setelah semua batang bambu itu ditelan habis oleh permukaan rawa, lalu ia angkat kembali, alhasil diujung pengait itu terdapat serabut Aren yang tersangkut. Hingga kini Sumber air utama tersebut diberi nama sumber Patemon oleh masyarakat setempat. Dimana hingga saat ini sumber utama tersebut dilarang untuk dikembangkan dan dibiarkan sesuai dengan kondisi aslinya.

Walau begitu Hutan belamtara tersebut belum memiliki nama, hingga pada pertengahan tahun 1800san grilya belanda menjamah pertiwi, konon hutan tersebut dijadikan lahan pembuangan mayat. Hingga muncullah sebuah doktrin untuk masyarakat awam yang bermukim di hutan berrawa itu, " Jika menemui mayat di hutan tersebut, dilarang untuk mendekati, apalagi sampai menguburkannya, jika tidak akan mendapat musibah 7 turunan". Dari doktrin yang berkembang tersebut hutan itu kerap kali tampak mayat yang sampai membusuk dan dibiarkan begitu saja. 

Hingga pada sekitar tahun 1902 datanglah pemuda dari Desa tetangga Poncogati, kini masyarakat Alas Sumur banyak mengenalnya sebagai Buju' Karu. Dimana sebelumnya Buju' karu adalah seorang penganut muslim yang lebih menanamkan rasa kemanusiaan pada sesama. Melihat banyak mayat yang tergeletak tak terurus, dirinya tergerak untuk mengurus dan memakamkannya dengan layak. 

Melihat yang dilakukan buju' Karu, masyarakat menjadi heboh menggembar - gemborkan buju' Karu sebagai orang Sakti yang mampu menghilangkan Kutukan yang sebenarnya hanya doktrin sesat semata.  Hingga pada ahirnya tindakan buyut Karu terdengar oleh Pihak Belanda. Singkat cerita didatangilah Buju' Karu oleh belanda, dan diangkatlah Buju' Karu sebagai Kepala Desa pertama di daerah tersebut. Hingga dirinya memberikan nama desa tersebut sebagai DESA ALAS SUMUR hal ini dikarenakan awal mula buyut Karu menapaki daerah itu, dirinya melihat sebuah telaga kecil ditengah hutan yang menyerupai sebuah sumur. 

Hingga saat ini, sekitar satu tahun yang lalu hanya Kepala Desa Totok saja yang berani membuka lahan tersebut untuk dijadikan lahan wisata.  Dan genap satu tahun wisata alam tersebut berkembang pesat dan mampu manjadikan kemakmuran bagi masyarakatnya. 

patung gandrung watu dodol

Wilayah ujung timur Pulau Jawa BANYUWANGI, yang begitu indah ini dahulu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Prabu Sulahkromo.

Dalam menjalankan pemerintahannya sang raja, dibantu oleh seorang Patih gagah, berani, arif, dan tampan, patih tersebut bernama Patih Sidopekso. 

Istri Patih Sidopekso yang bernama Sri Tanjung sangatlah elok parasnya, dan halus budi bahasanya, sehingga membuat sang Raja tergila- gila dan jatuh cinta padanya. Agar tercapai hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung maka muncullah akal liciknya dengan memerintah Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Maka dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja. 

Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan merayu dan memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukanya. Namun cinta Sang Raja tidak kesampaian dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya, sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Marahlah hati Sang Raja ketika cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.

Ketika Patih Sidopekso kembali dari misi tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul, memfitnah Patih Sidopekso dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada saat menjalankan titah raja meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan merayu serta bertindak serong dengan Sang Raja.

Tanpa berfikir panjang, Patih Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan.

Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur membuat hati Patih Sidopekso semakin panas menahan amarah, bahkan Sang Patih dengan berangnya, mengancam akan membunuh istri setianya itu. 

Diseretlah Sri Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dari Sri Tanjung kepada suaminya, sebagai bukti kejujuran, kesucian dan kesetiannya ia rela dibunuh dan agar jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu, apabila darahnya membuat air sungai berbau busuk maka dirinya telah berbuat serong, tapi jika air sungai berbau harum maka ia tidak bersalah.

Patih Sidopekso tidak lagi mampu menahan diri, segera menikamkan kerisnya ke dada Sri Tanjung. Darah memercik dari tubuh Sri Tanjung dan mati seketika. Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai dan sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih seperti kaca serta menyebarkan bau harum, bau wangi. Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan ia jadi linglung, tanpa ia sadari, ia    menjerit "Banyu..... ... wangi............... . Banyu    wangi ... .." Banyuwangi (Air Harum)  terlahir dari bukti cinta istri pada suaminya. Dan hingga saat ini BANYUWANGI  menjadi salah satu daerah yang tetap dapat mengharumkan Nusantara di kancah dunia.

Sebagus Apapun Perbuatan, Ingatlah Kebagusan Itu Hanya Milik Sang Pencipta

SejarahBudaya -Luqman Al-Hakim  لقمان الحكيم adalah seorang Ahli Hikmah  yang disebut dalam Al-Qur'an, surah Luqman (31)-12-19. Dimana beliau terkenal karena nasihat berharga kepada anaknya. 

Ibnu Katsir  berpendapat bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun.
Sedangkan asal usul Luqman, banyak sejumlah ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas  menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi.

Riwayat lain dari Nubah menyebutkan ia bertubuh pendek dan berhidung mancung, dan ada yang berpendapat ia berasal dari Sudan. Ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim pada zaman nabi. Namun apapun pendapatnya Lukman, adalah seorang Filosof, yang menciptakan buah pemikiran arif ditengah umat Islam hususnya, hingga saat ini.

Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa pada suatu hari Luqman al-Hakim sedang memasuki pasar dengan menaiki seekor himar (keledai), sedangkan anaknya mengikutinya dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, orang-orang berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki."

Setelah mendengarkan desas-desus dari orang-orang tersebut maka Luqman pun turun dari keledainya itu, lalu dinaikkanlah anaknya di punggug keledai itu. Melihat keduanya, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya asik menaiki keledai itu, sungguh kurang ajar anak itu."

Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun naik ke punggung himar itu bersama anaknya. Kemudian orang-orang berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, mereka sungguh menyiksa himar itu." Karena ia tidak suka mendengar percakapan orang, Luqman dan anaknya turun dari himar itu, dan berjalan kaki dengan membiarkan keledai tak ditumpangi, kemudian terdengar lagi orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, dan himar itu tidak dikendarai, sungguh bodoh kedua ayah dan anak itu,"

Kemudian Lukman dan anaknya, seketika menggendong keledai itu, seorang dengan sinis berkata, " lihat seperti orang gila kedua ayah dan anak itu."

Dalam perjalanan pulang, Luqman al-Hakim menasihati anaknya mengenai sikap manusia dan ucapan-ucapan dan penilaian yang orang sampaikan, Lukmanpun berkata, "Sesungguhnya tidak ada seseorang pun yang lepas dari ucapannya. Maka orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan kecuali kepada Allah saja. Siapa pun yang mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya."Kemudian Luqman al-Hakim berpesan kepada anaknya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal agar kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tidak ada satu pun orang fakir itu kecuali mereka mengalami tiga perkara, yaitu tipis keimanan terhadap agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu), dan hilang kepribadiannya.  Lebih celaka lagi, orang-orang yang suka merendahkan orang lain dan menganggap ringan urusan orang lain, dan selalu menganggap yang lain Salah."

Pada intinya sebagus apapun perbuatan seseorang, pasti akan ada yang menganggapnya salah, dan sebaliknya. 

Lukman Al-Hakim mengajarkan pada anaknya, sebagai manusia yang sadar agar tidak menilai orang lain sebagai kesalahan atas kebenarannya sendiri. Namun justru lebih menilai kesalahan pribadinya, diatas kebenaran yang dilihatnya.

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.